Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, saat sosialisasi program PTSL di Padang, Sabtu, (30/11/2024).
ORATOR.ID - Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, mengatakan berbagai persoalan pengurusan sertifikat tanah, dalam skala kecil maupun besar, seringkali dilaporkan ke Komisinya.
"Sebagai contoh, permasalahan konsesi lahan HGU yang dimiliki sejumlah perusahaan sawit, tambang, hingga masalah penyerobotan lahan, itu masuk ke Komisi II," kata Rahmat, saat
sosialisasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Axana Hotel, Kota Padang, Sabtu (30/11/2024).
Ia menyampaikan, pentingnya penyelesaian masalah ini agar tidak menimbulkan persoalan baru di masa depan. Salah satu hal yang menjadi perhatian utama adalah urgensi pengurusan sertifikat tanah.
"Ketika tanah kita tidak bersertifikat, pihak ketiga, baik pemerintah maupun perbankan, tidak mengakui itu sebagai aset yang bernilai ekonomis," ucap Rahmat, saat kegiatan bekerja sama dengan Kantor Wilayah ATR/BPN Sumbar.
Rahmat Saleh mengilustrasikan masyarakat yang memiliki kebun atau lahan sering kali menemui hambatan ketika melaporkan aset tersebut ke LHKPN.
"Jika tanah tidak memiliki dokumen kepemilikan sah, laporan tersebut bisa ditolak," ungkap Rahmat, dari Fraksi PKS.
"Namun, jika tanah sudah disertifikatkan, aset itu diakui sebagai kekayaan baik oleh pemerintah maupun perbankan," tambah Rahmat, pada sosialisasi di hadiri ratusan warga dari berbagai daerah di Sumbar.
Rahmat menyoroti banyaknya aset masyarakat yang masih tercatat sebagai tanah ulayat atau atas nama anak kemenakan.
"Aset itu seringkali dianggap tidak produktif karena tidak terdata sebagai kekayaan sah yang didata oleh negara," sebutnya.
Ia menyebutkan, di Sumbar terdapat tantangan khusus dalam pengurusan sertifikat tanah, seperti sistem kepemilikan lahan yang melibatkan konsep pusako tinggi dan pusako randah.
"Hal ini sering menjadi alasan rendahnya minat masyarakat Sumbar untuk mengurus sertifikat tanah," tuturnya.
Ada pula kekhawatiran di kalangan niniak mamak dan kemenakan bahwa sertifikasi tanah akan mempermudah proses penjualan atau penggadaian.
"Namun setelah berdiskusi dengan Kepala Kanwil ATR/BPN Sumbar, nyatanya tidak semudah itu. Ada aturan yang harus diikuti," jelasnya.
Rahmat menegaskan perlunya bimbingan teknis yang melibatkan niniak mamak dan pemangku kebijakan lain untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya sertifikasi tanah.
Menurutnya, sosialisasi ini membahas isu-isu substantif, bukan sekadar seremonial, agar masyarakat memahami alur pengurusan sertifikat tanah, khususnya melalui program PTSL.
Sementara itu, Kepala Kanwil ATR/BPN Sumbar, Sri Puspita Dewi, menyampaikan bahwa program PTSL merupakan langkah strategis dari Kementerian ATR/BPN.
"Karena di Sumbar banyak lahan berstatus tanah ulayat, penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang status tanah mereka," pungkasnya. (OID)